Mekanderejo adalah salah satu nama Desa di wilayah Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur Indonesia,secara geografis Desa Mekanderejo terletak pada posisi 7˚21΄-7˚31΄ Lintang Selatan dan 110˚10΄-111˚40΄Bujur Timur, Topografi ketinggian desa adalah berupa daratan sedang yaitu sekitar 0 s/d 23m diatas permukan laut, dengan jumlah penduduknya 2.996 jiwa ( 2014 ), sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagi petani. Secara administratif, Desa Mekanderejo letaknya sangat strategis karena berdekatan dengan ibukota Kecamatan Kedungpring. Desa Mekanderejo terdiri dari 3 (tiga) Dusun yang dibatasi oleh wilayah Desa tetangga, sebelah utara berbatasan dengan Desa Tlanak, sebelah timur berbatasan Desa Majenang dan Desa Blawirejo, Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kedungpring dan Desa Tenggerejo, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Desa Kandangrejo dan Desa Kedungpring.

Menurut cerita dari beberapa sesepuh Pedukuhan dan dikuatkan dengan peninggalan – peninggalan serta dapat diterima oleh pemikran yang sehat, maka terbukalah sejarah/ asal usul Desa Mekanderejo sebagai berikut :

Pada Zaman Belanda, di Desa Mekanderejo terdapat 3 Pedukuhan, yaitu Pedukuhan Mekande dan Pedukuhan Babrik(Jangur) dan Pedukuhan Kalangan.

Berdasarkan pengalaman/ cerita dari Bapak NARTO warga Dusun Mekande RT 003 RW 005 bercerita, Pada masa itu Pedukuhan Mekande belum ada namanya, hanya berupa sebuah hutan lebat yang didalamnya ditempati oleh sekumpulan orang yang dipimpin oleh Lurah KERTO, karena lebatnya hutan bangsa belanda tidak berani memasukinya, dari sekumpulan orang yang menghuni didalam hutan tersebut ada beberapa orang yang mau berangkat Haji, yang pertama ada 2 (dua) orang yang akan berangkat Haji, tapi keberangkatannya selalu ditunda – tunda, selanjutnya tambah lagi 3 (tiga) orang sehingga menjadi 5 (lima) orang yang akan berangkat Haji, tapi waktu keberangkataannya masih juga ditunda – tunda, atas kejadian tersebut akhirnya Lurah beserta sesepuh Pedukuhan menamakan tempat itu dengan nama KANDE ( karena keberangkatan haji nya di tunda – tunda /di ENDE – ENDE dalam bahasa jawa ). Pada masa itu juga ada suatu kejadian penemuan mayat di utara Pedukuhan Kande yang masih wilayah Pedukuhan Kande , karena Warga Kande tidak ada yang mau menguburkan mayat tersebut, akhirnya mayat tersebut di kubur oleh warga Pedukuhan Babrik, setelah kejadian itu tanah utaranya Pedukuhan Kande diberikan kepada warga Pedukuhan Babrik untuk ditempati.

Pedukuhan Babrik ini terletak di utara Pedukuhan Mekande yang dipimpin oleh Lurah MARTO MUS , berdasarkan cerita dari Bapak KARTO MIRIN warga Dusun Jangur RT 001 RW 003, saat itu warga Pedukuhan Babrik kekeringan dan sangat membutuhkan air untuk kebutuhan sehari – hari, karena sulitnya mendapatkan air maka Lurah dan para sesepuh pergi kesebelah barat Pedukuhan untuk mencari sumber mata air, secara kebetulan disebelah barat Pedukuhan terdapat sungai ( Cedung dalam bahasa jawa), Cedung/ Sungai tersebut sangat dalam dan terdapat banyak sekali ikannya, karena adanya sumber mata air tersebut, maka Lurah dan para sesepuh mengajak warga Pedukuhan Babrik berpindah ke lokasi Cedung tersebut, mata pencaharian warga babrik adalah bercocok tanam ( petani ), di samping bertani kesibukan lainnya yaitu mencari ikan di sungai/ Cedung tersebut. Pada Suatu hari saat musim kemarau, air sungai/ cedung tinggal sedikit sehingga semua warga pergi kesungai/ Cedung untuk mencari ikan, dengan harapan mendapat ikan yang banyak, akan tetapi setelah dicari ternyata ikannya tidak ada, semua warga berdiri menunggu, setelah ditunggu seharian tidak satupun ikan yang keluar, maka dengan kesal hati ada seseorang sesepuh yang berucap “ YEN ONO REJONE JAMAN PANGGONAN IKI TAK JENENGNE JANGUR “ Maksud dari ucapan tersebut adalah kalau tempat ini nanti ramai maka akan dinamakan JANGUR ( dalam bahasa indonesia berarti BERDIRI/TERCENGANG ) sejak kejadian tersebut maka nama Pedukuhan BABRIK di ganti menjadi Pedukuhan JANGUR.

Awal mula Pedukuhan Kalangan adalah suatu tempat yang berada disebelah timur Pedukuhan Jangur, berdasarkan pengalaman/ cerita dari Bapak DJUKI warga Dusun Kalangan RT 002 RW 004, tempat tersebut sangatlah sejuk karena dikelilingi oleh lebatnya pohon bambu, karena tempatnya yang sejuk sehingga banyak orang yang menempati, sekumpulan orang tersebut dipimpin oleh SARMAN sebagai Lurahnya, disamping sebagi tempat tinggal, tempat tersebut juga dipakai tempat untuk Sabung Ayam, tidak hanya warga Pedukuhan Jangur saja yang datang ke situ tetapi warga dari desa lain banyak juga yang datang baik untuk melihat maupun untuk menyabung ayamnya, anehnya lagi, ayam warga tersebut tidak pernah terkalahkan dan selalu menang walaupun di adu di tempat lain, sejak kejadian itu maka tempat tersebut diberi nama KALANGAN ( Sekumpulan orang melakukan aktivitas ).

Jaman sudah mulai berkembang, penduduk padat, banyak orang – orang dari luar yang datang dan bermukim, karena perkembangan penduduk tersebut, sehingga menjadi inspirasi bagi ke 3 (tiga) Lurah untuk mengadakan begandring dan musyawarah di suatu tempat dan akhirnya sepakat untuk di jadikan 1 (satu) dengan pemimpin tunggal dengan nama DESA. Karena pertama yang ada adalah Pedukuhan Mekande, maka mereka sepakat menamakan Desa itu dengan nama DESA MEKANDEREJO dengan Logo KUDA JINGKRAK yang dihiasi gambar Padi dan Kapas, adapun makna dari Logo Kuda Jingkrak adalah suatu harapan agar nantinya masyarakat Desa Mekanderejo taraf hidupnya dapat lebih meningkat, sedangkan gambar padi dan kapas menggambarkan Keadilan Sosial bagi warga Desa Mekanderejo yang selalu terjamin, tidak ada ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin, serta segala sesuatu permasalahan selalu melalui perundingan dan musyawarah menuju mufakat, sehingga menimbulkan suatu Keputusan.

Posting Komentar

 
Top